Follow Us @soratemplates

Tuesday 24 March 2020

Enam Hal yang Perlu Diobrolin dengan Pasangan Sebelum Menikah

Assalamualaikum! Annyeong~



Hallo~ Jumpa lagi dengan saya yang setelah sekian lama baru nulis blog lagi heheh...
Kali ini saya mau bahas soal hal yang banyak di-galau-in orang-orang seumuran saya (mid 20') yaitu soal PERNIKAHAN. Lumayan lah buat refresh dari hiruk pikuk berita Covid-19 yang sekarang ini udah dalam tahap mengkhawatirkan :(

Kebanyakan pada heboh nyiapin acara bachelorette party sewa cafe/kamar hotel yang didekor sedemikian rupa tapi lupa pentingnya pre-marital check up
Pada heboh bikin acara lamaran kekinian tapi menutup mata sama kebiasaan pasangan yang suka maki-maki pelayan restoran didepan umum. 
Pada heboh nyari WO kenamaan, beli banyak bahan seragam bridesmaid tapi lupa ternyata pasangannya/orang tua diam-diam harus menanggung hutang demi resepsi mewah.

Ketika udah yakin untuk menikah, jangan terlalu terlena dengan euforia persiapan resepsi yang sifatnya seremonial, karena pada dasarnya yang HARUS dipersiapkan justru kehidupan setelah pesta resepsi selesai. Itu yang lebih esensial. Ingatlah, resepsi cuma sehari doang. Sementara kehidupan pernikahan yang sesungguhnya sangatlah panjang dan berliku.


BACA JUGA : Mengenal 5 Faktor Resiko Cekcok dalam Pernikahan


Disamping persiapan seremonial pernikahan, alangkah baiknya untuk mendiskusikan beberapa hal berikut dengan pasangan sehingga (akhirnya) kita bener-bener yakin untuk hidup bersamanya. Yakin bahwa he's/she's the one.

1. Sikap/Kebiasaan

Bukan tugas kita untuk merubah kebiasaan/sikap buruk pasangan karena yang bisa merubahnya adalah dirinya sendiri

Beneran deh... jangan banyak berharap sikap dan kebiasaan pasangan akan berubah lewat pernikahan.
Pastikan bahwa (setidaknya) kita mampu untuk mentolerir sikap dan kebiasaan pasangan dalam jangka panjang saat udah menikah nantinya. Karena apa ? ya itu tadi... yang bisa merubah sikap seseorang ya cuma dia doang yang bisa.

Sama seperti potongan ayat QS. Ar-Ra'd:11:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,”

Maksudnya gini, saat kita udah menikah dengan seseorang... itu artinya kita siap dengan "lu lagi lu lagi" mulai dari bangun tidur sampe mau tidur. Pertanyaan, udah siap apa belum berurusan dengan orang dan hal yang sama berulang-ulang ?

Ehtapi biasanya, seiring berjalannya waktu... suami dan istri akan saling berubah untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya. Demi rumah tangga yang harmonis, maka keduanya harus saling berusaha... gak bisa cuma ngandelin salah satu pihak aja. 

Contohnya, awal-awal menikah saya sering marah ke suami karena dia gak peka dan cuek. Gara-gara salah masakin mie Samyang aja saya bisa ngamuk seharian. Karena capek maramara mulu xD sy kemudian membuka ruang diskusi sama suami kalo saya maunya gini, kamu maunya gitu mari kita perbaiki sama-sama. Akhirnya saya berusaha untuk jadi inisiator dan membiarkan suami jadi eksekutor dengan arahan yang saya kasih. Karena percayalah... jalan pikiran laki-laki sama perempuan itu buedaaaa banget hahah

Lalu...
Kebayang gak kalo ternyata pasangan kita aslinya gak "sebagus dan sesuai harapan kita" pas pacaran/pdkt ? Pasti kecewa. Inget aja, apa yang ditampilkan pasangan saat pacaran/pdkt adalah the best version of her/him sementara ketika sudah menikah bakalan ketauan "belang-belangnya" deh. 

Maka dari itu, penting banget untuk tau kebiasaan dan sikap dari pasangan. Terutama sikap dan kebiasaan ketika dia marah dan masalah kejujuran dalam segala hal.

Kenapa 2 hal tersebut penting ? karena:

1) orang lagi marah bisa diluar kendali dan biasanya yang jadi sasaran kemarahannya adalah orang terdekatnya
2) Jujur adalah kunci dalam komunikasi dan komunikasi adalah kunci langgengnya sebuah hubungan.

Contohnya, kalo pasangan suka main tangan/ngata-ngatain ketika dia lagi marah... ya kemungkinan besar pas udah menikah juga bakal kaya gitu lagi. Kalo bisa terima dengan hal tersebut... go ahead

Atau sekali ketauan selingkuh, terus minta maaf dan dimaafin... terus ketauan lagi... dimaafin lagi. Nah kalo udah 2x begitu... itu hobi apa doyan ? hahahah

Emak Bapak kita ngurus dan besarin kita dengan sekuat tenaga, ngejaga dan ngerawat kita dengan sebaik-baiknya... masa pas udah nikah dengan "gampangnya" dipukulin gitu sama suaminya ? alasannya khilaf lah emosi lah... preeetttt dutttt. Jangan percaya. Itu sih emang udah tabiatnya aja suka main kasar. 

Cara yang paling gampang untuk ngukur tempramen pasangan salah satunya adalah dengan memperhatikan gimana dia memperlakukan pelayan/kasir/tukang parkir/OB kantor karena dia gak punya kepentingan apa-apa dengan mereka kan ? Berbeda dengan kita sebagai pasangannya. Dia punya kepentingan tertentu kepada kita yaitu ingin menjalin hubungan jadi sebisa mungkin dia akan menunjukan yang baik-baiknya aja depan kita. Bener gak ?

Kalo ternyata sama pelayan/kasir/tukang parkir/OB kantor aja diperlakukan semena-mena dengan "sok" mending bye bye aja deh... Kemungkinan ketika dia sudah mendapatkan kita (berarti kepentingannya telat tercapai) maka kita juga akan "disemene-menakan" apalagi kalo posisi kita powerless

Etapi itu cuma contoh aja sih hehehe... berdasarkan pengalaman pribadi hihi.

2. Keuangan


Sebelum benar-benar yakin mau menikah dengan seseorang, harus pake banget diskusi mengenai keuangan. Pada bagian ini keterbukaan adalah kuncinya karena kalo gak didiskusikan sejak awal, masalah keuangan bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan aja.

Hal utama yang perlu diketahui pasangan adalah soal hutang dan tanggungan biaya untuk keluarga (inget, setelah menikah seorang lelaki masih harus bertanggung jawab dengan keluarganya terutama ibu dan saudari perempuannya) biasanya konflik dalam rumah tangga bisa muncul karena 2 hal tersebut. 

Ketika sudah menikah maka:

"Uang suami adalah uang bersama dan uang istri adalah uang istri"

Makanya perlu diomongin kira-kira sebelum menikah ada kewajiban bayar hutang apa aja (contoh: KPR rumah, mobil) lalu  kalo sebelum menikah biasanya ngasih orang tua sekian nah kalo udah menikah ngasih orang tua dan mertua berapa. Bila perlu bikin daftar pengeluaran dan pendapatan masing-masing lalu dikolaborasikan supaya ketika udah menikah gak kaget-kaget amat gitu.


BACA JUGA : Strategi Mengelola Uang Bulanan


3. Karir


Masalah dilema karir ini biasanya terjadi dipihak istri karena berurusan dengan rumah dan anak. Diskusikan apakah setelah menikah istri akan berhenti kerja fokus dirumah atau tetep lanjut kerja. Jika istri fokus dirumah, maka perhitungkan kembali soal pemasukan dan pengeluaran rumah tangga (poin sebelumnya) mengingat hanya ada pemasukan dari suami. Jika istri tetap bekerja, maka bagaimana pengaturan pekerjaan rumah tangga dan urusan anak. Apakah perlu sewa ART ? Perkirakan juga apakah ada kemungkinan LDR karena pekerjaan atau enggak. Jika ya, lalu gimana solusinya. 

Sudah siap apa belum jarang ketemu suami/istri ? LDR suami istri itu lebih menyiksa dari LDR pacaran loh hihi

4. Tempat Tinggal


Ngontrak dulu ? Ngekos dulu ? atau langsung beli rumah ? Tunai atau KPR ? Kalo KPR ngambil tenor berapa tahun ? Atau tinggal dengan mertua ? Berapa lama ?

Senyaman-nyamannya tinggal dirumah mertua, lebih enak tinggal sendiri karena bisa melatih kita untuk hidup mandiri dan indpendent terutama masalah mendidik dan mengurus anak.

Sering banget kan denger konflik antara mertua-menantu karena berbeda paham soal ngurus rumah, suami dan anak. Tentu pihak yang paling bingung adalah suami karena bingung harus memihak siapa... Makanya masalah tempat tinggal adalah salah satu hal penting yang perlu dibahas sebagai salah satu aspek persiapan menuju kehidupan rumah tangga.

5. Anak


Setelah menjalani hubungan halal lewat pernikahan, maka (sebagian besar) pasangan akan mengharapkan kehadiran seorang anak. Hadirnya seorang anak tentu ada konsekuensi yaitu bertambahnya kebutuhan keuangan dan tanggung jawab mental dan moral untuk menjadi orang tua. Kalo sebelumnya hanya ada "aku dan kamu" maka selanjutnya menjadi "kita".

"Anak kan ada rezekinya sendiri"

Iya bener, bahkan cacing dalam tanahpun bisa hidup karena Allah emang udah menyiapkan rezekinya. Tapi lebih baik untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk mencukupi kebutuhan anak yang.... seringnya kebutuhan anak itu harganya bisa lebih mahal dari kebutuhan orang tuanya hahaha. Tunjukan kepada Allah, kalo kita memang sudah mampu secara lahir dan batin untuk punya anak. Jangan cuma ngarep "ah nanti juga ada rezekinya".

Iyaa ada rezekinya udah disiapin sama Allah. Tapi masalahnya rezeki kan harus dijemput

Makanya perlu banget diskusi soal anak. Apakah mau langsung hamil atau mau menunda dulu karena merasa perlu waktu untuk persiapan. Menunda punya anak bukanlah sebuah dosa kok. Dosa itu kalo buru-buru punya anak tapi setelah lahir malah ditelantarkan. 

Biarin aja orang mau julid "kok belum hamil aja sih ? KB yah? Kok nunda sih?" toh mereka gak ikut patungan biaya buat gedein anak kan ? toh kalo lagi susah, mereka kadang suka tutup mata kan ?

Belum lagi tanggung jawab mental untuk jadi seorang orang tua. Berat!
Pernah denger soal baby blues dan post partum syndrome ? Itu juga perlu dipersiapkan. Masalah pembagian tugas rumah tangga setelah punya anak juga perlu didiskusikan dengan pasangan karena pasti kehidupan suami istri akan berubah 180 derajat setelah punya anak.

Dan yang paling perlu untuk didiskusikan adalah pertanyaan "gimana kalo dalam jangka waktu sekian lama ternyata belum dikasih sama Allah ?". What will we do ?

Menikah itu bukan cuma hidup bersama dalam waktu senang tapi susah juga

6. Kesehatan


Mungkin gak banyak orang yang aware mengenai korelasi kesehatan dengan kehidupan rumah tangga setelah menikah. Termasuk saya. Padahal kesehatan adalah hal yang perlu juga diobrolin dengan pasangan sebelum menikah.

Kalo perlu, lakukanlah pre-marital check up yang sudah banyak disediakan oleh klinik laboratorium seperti Prodia, Pramita dll. Harapannya, dengan dilakukan pre-marital check up, kita bisa mengetahui status kesehatan kita dan pasangan kita sehingga kedepannya dapat dilakukan tindakan-tindakan preventif

Misalnya, setelah cek darah ternyata pasangan kita kadar kolesterolnya tinggi. Berarti kita sebagai pasangannya perlu memperhatikan asupan makanannya. Perlu mengatur pola hidupnya gimana.

Kita dan pasangan juga perlu menceritakan riwayat kesehatan keluarga masing-masing karena ada beberapa penyakit yang faktor resiko diturunkannya tinggi seperti diabetes dan beberapa penyakit kardiovaskular.

Misalnya, ayah kita merupakan penderita diabetes. Maka kita sebagai anaknya punya faktor resiko terkena diabetes lebih tinggi dibandingkan orang yang gak punya riwayat diabetes dikeluarganya. Makanya kita perlu mengatur pola makan dan gaya hidup untuk meminimalisir resiko tersebut.

Masalah kesehatan juga erat kaitannya dengan masalah keuangan.
Kalo sewaktu-waktu sakit perlu berobat kan... atau kalo hamil juga perlu rutin kontrol ke dokter.
Maka dari itu persiapkan pula rencana-rencana penanganan hal tersebut. Apakah akan mendaftar asuransi kesehatan secara mandiri atau ada asuransi kesehatan dari kantor atau mengandalkan emergency fund atau buat tabungan khusus untuk kesehatan. Diskusikanlah dengan pasangan.


Waaahhh ternyata banyak ya hal yang perlu didiskusikan dengan pasangan sebelum menikah...
Iya, saya juga kaget hahaha karena dari sekian banyak yang saya tulis diatas hanya beberapa poin saja yang saya diskusikan dengan suami sebelelum menikah karena minimnya pengetahuan kami soal rumah tangga wkwkw.

Semoga tulisan ini membantu buat kawan-kawan yang sedang mempersiapkan pernikahan.



"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Wassalamu'alaikum and see ya~
💗Salam hangat dan have a good day💗

14 comments:

  1. keuangan dan mental yang perlu disiapkan matang sih, karna nanti aakan sama sama komitmen nih. sayapun mulai belajar hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener. Karena kebanyakan rumah tangga jadi runyam mostly penyebab nya adalah urusan duit

      Delete
  2. Setuju bangeettt, yang paling mendasar itu kebiasaan ya, hampir semua pasangan baru berantem karena masalah kebiasaan itu.
    Jadi memang harus jujur sebelum menikah, dan biar masing-masing intropeksi, sanggup nggak dengan kebiasaan tersebut.

    Komunikasi juga penting, meski kadang dalam beberapa kasus, itu sulit, apalagi komunikasi dengan orang yang memang nggak pandai berkomunikasi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ibarat kata, masih kaget hidup 24 jam sama seseorang ya mbak heheh

      Setuju, komunikasi adalah koentji. Mungkin kalo yang gak pandai berkomunikasi secara langsung kaya ngobrol gitu, bisa dicoba lewat nulis mbak. Saya kalo lagi kesel sama suami dan males ngomong... Saya ungkapin semua lewat whatsapp hahah akhirnya problem solved deh 😁

      Delete
  3. Aku juga sependapat kalau suatu hubungan agar bisa tetap langgeng itu kuncinya adalah kesadaran diri masing-masing untuk bisa menerima kebiasaan antar pasangan.

    Kalau dipaksa berubah, yang ada malah berujung huhungan tidak baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, apa-apa yang terpaksa pasti terasa kaya beban dan bikin stress

      Delete
  4. Jadi ingat zaman masih pacaran dulu. Setelah sudah beneran cocok dan akan menikah, yang didiskusikan terutama masalah keuangan. Pokok gajian semua uangnya harus aku pegang! Yaampun, jahat banget ya, aku. Hehehe.

    Tapi maksudnya biar tau uang itu keluarnya untuk apa aja. Jadi kita berdua bisa atur sebaik mungkin uangnya untuk makan, jajan, sewa tempat tinggal, listrik, kirim uang ke orang tua & mertua, jalan-jalan, kuota, hobi, zakat, dan lain-lain. Dan dengan semua pengeluaran itu kalau dipantau dengan gak baik dan gak berlebihan mengeluarkannya (terutama di bagian makan, jajan, jalan-jalan, dan hobi) masih cukup untuk ditabung dan untuk investasi. 😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ih sama mbak 😁
      Gaji suami saya yang kelola, dia tinggal transfer-transfer aja sesuai mandat dari saya wkwkwk

      Bener bangetttt, udah berumah tangga tuh wajib hukumnya untuk nabung karena punya anak itu nguras dompeeeettt. Makanya perlu disiapin secara finansial ya

      Delete
  5. To my mind, talking about having a baby is very important. Thus, you both will know what to expect. Though, if you love each other, everything will be okay.

    ReplyDelete
  6. The marriage is a serious decision for every couple. The joint discussions about future children, work and relationships are mandatory in order to avoid further misunderstandings

    ReplyDelete
  7. Wah.. Jadi belajar banyak nih😁 ternyata kehidupan rumah tangga nggak seperti pacaran ya, tapi kadang malu juga kalau membahas beberapa hal seperti keuangan, agak gimana gitu. kudu tetep dicoba juga sih😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo udah nikah pasti keluar semua belang-belangnya mbak hihi

      Kalo dirasa udah serius sama pasangan, gak ada salahnya kok untuk bahas soal keuangan. Biar gak nyesel dikemudian hari heheh

      Delete
  8. kalau baca-baca soal pernikahan entah mengapa bukan tercerahkan tapi jadi penuh dengan tanda tanya, apa akunya aja yang terlalu banyak mikir, hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. justru bagus mbak jadi makin banyak pertimbangannya ^^
      Tapi jangan terlalu banyak yang dipikirin, nanti malah bingung hihih

      Delete

Hi~ Terima Kasih Sudah Mampir ^^
Silakan tinggalkan komentar supaya saya bisa melakukan kunjungan balik :)
Semoga tulisan saya membawa manfaat untuk yang baca. Aamiin